Sampingan

Proses evolusi yang telah berlangsung 3,5 miliar tahun menghasilkan makhluk hidup bernama manusia. Homo sapiens, demikian nama satu-satunya spesies manusia yang hidup dan merajai bumi sekarang.

Manusia menyebut dirinya sebagai makhluk yang memiliki kesadaran. Manusia bisa berpikir tentang masa lalu dan merefleksikannya. Manusia juga bisa berpikir tentang masa depan serta membuat perencanaan yang rumit.

Sistem saraf di otak manusia berkembang sedemikan canggih sehingga spesies Homo sapiens dapat melakukan hal-hal yang jauh lebih kompleks ketimbang spesies-spesies lain di muka bumi. Manusia bisa membuat roket dan pesawat ruang angkasa. Manusia bisa membuat persamaan matematika yang sedemikian rumit. Konsep-konsep matematika, seperti bilangan prima dan bilangan imajiner, merupakan murni buah karya pikir manusia.

Manusia juga berhasil mengolah alam dan mengambil manfaat sebesar-besarnya. Fenomena alam berupa magnetisme dan kelistrikan mampu ditemukan dan diklasifikasikan dengan baik oleh manusia. Hasilnya, manusia dapat mengolah fenomena itu untuk menciptakan listrik yang dapat didistribusikan secara luas dan dipakai guna menyalakan peralatan listrik, mulai dari lampu, televisi, hingga pengering tangan di toilet.

Namun, keberhasilan manusia mengolah alam juga menimbulkan kecemasan. Bumi menjadi rusak dan bukan tidak mungkin, pada suatu waktu di masa depan, bumi akan hancur akibat eksploitasi tanpa batas yang dilakukan manusia.

Susunan saraf di otak yang sedemikian canggih itu merupakan hasil evolusi yang begitu panjang, mulai dari makhluk bersel satu bernama prokariot, bermiliar-miliar tahun silam, hingga kemunculan Homo sapiens pertama kali di Afrika, sekitar 200.000 tahun silam. Kecanggihan saraf di otak manusia bukan hasil ciptaan semalam.

Jejaring saraf yang rumit beserta sinapsis yang terbentuk menjadi dasar bagi manusia untuk melakukan olah pikir, menyusun konsep, menulis buku, berfilsafat, dan bahkan, merumuskan apa itu kesadaran. Namun, jangan pernah berpikiran bahwa kecanggihan saraf di otak manusia itu merupakan tujuan dari evolusi. Tidak.

Proses evolusi bersifat alamiah dan mengalir secara spontan. Evolusi tidak pernah memiliki tujuan. Maka, kalau pada titik sekarang evolusi menghasilkan manusia, hal itu adalah hasil sampingan atau merupakan by-product. Karena itu, kesadaran dan refleksi diri akhirnya juga bisa dikatakan sebagai by-product atau hasil sampingan dari proses evolusi yang telah berjalan sedemikian lama.

Uniknya, justru berkat hasil sampingan itu, manusia bisa merasa tidak sendirian.  Manusia menciptakan dewa dewi yang gagah perkasa, penuh welas asih, dan sakti mandraguna. Kehebatan para dewa dan pengorbanan para dewi membuat manusia merasa perlu untuk menyembah mereka. Manusia pun mejadi tidak sendirian. Ada makhluk sakti di atas sana yang mengawasi setiap langkah manusia, sejak lahir hingga mati.

Manusia juga tidak merasa sendirian karena bisa memanjatkan permohonan kala didera kesulitan. Ada makhluk sakti di atas sana yang selalu mendengarkan permohonan manusia.

Hasil sampingan dari proses evolusi itu membuat manusia bisa menyusun cerita cinta yang indah dan mengharukan, maupun cerita kepahlawanan yang begitu hebat.

Manusia sepenuhnya hidup dalam alam pikir yang dibangun oleh dirinya sendiri. Sistem ekonomi, politik, ideologi, dan dunia digital, adalah hasil olah pikir manusia. Semua itu tak lain dan tak bukan merupakan produk sampingan dari proses evolusi.

Tangerang Selatan, 6 Desember 2015