Pada suatu siang, saya memiliki janji bertemu dengan seseorang di sebuah restoran, di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta. Sambil menunggu, saya membeli minuman botol di toko Indomaret. Setelah itu, saya berpikiran untuk merokok satu batung saja sebelum pergi menuju rumah makan tersebut.
Saya membeli sebatang rokok di sebuah warung kecil, di depan toko Indomaret. Secara “resmi”, saya sudah mendeklarasikan diri berhenti merokok, tetapi di saat-saat tertentu timbul keinginan merokok. Saya pun kadang-kadang, tidak setiap hari, membeli sebatang rokok. He-he-he…
“Beli rokok Dji Sam Soe satu batang. Berapa, Bu?” tanya saya.
Wajah ibu tua penunggu warung tampak tidak cerah. Masam dan merengut. Dia duduk di dalam warung kecilnya.
Dia mengambil rokok itu dan menyerahkannya kepada saya.
“Dua ribu,” katanya masih dengan wajah merengut.
Saya berpikir, harganya agak mahal rupanya. Di tempat lain, harga satu batang rokok Dji Sam Soe adalah Rp 1.500,00. Ya, sudahlah, selisish Rp 500 saja kok jadi masalah.
Sebelum sempat saya membayanya, ada seorang ibu muda yang juga pedagang mendekati warung rokok ini.
“Bu, mau tukar dua lembar 50 ribuan,” ujar ibu muda tersebut.
“Uang dari mana? Saya belum jualan apa-apa,” kata ibu tua penjaga warung.
Ibu tua penjaga warung ini lantas menatap saya. “Dari pagi buka, ya hanya rokok itu yang bisa saya jual,” ujarnya.
Saya tersenyum. berusaha tetap tenang.
“Babi ini!” kata ibu tua penjaga warung.
“Apa, Bu, yang babi?” tanya saya.
“Toko di belakang (toko Indomaret),” katanya.
“Sebelah sana pasar. Masak di sini sudah ada toko? Seharusnya lebih jauhlah. Saya tidak dapat apa-apa sekarang,” tuturnya.
“Sudah berapa lama toko itu berdiri?” tanya saya.
“Dua bulan,” kata si ibu tua penjaga warung.
“Oh, gitu,” kata saya.
Saya sedih memikirkan nasib si ibu. Pendapatannya anjlok drastis sekarang.
Lalu lintas di Benhil sangat padat. Macet.
Mobil antre di kedua arah. Cuaca sangat panas.
Saya tidak tahu lagi harus bicara apa dengan dengan si ibu tua penjaga warung.
Akhirnya, untuk menutup pembicaraan, saya meminta api. Saya menyalakan rokok.
“Terima kasih, Bu,” kata saya.
Saya pergi dan berdiri di emperan toko Indomaret yang kata si ibu tua baru berdiri dua bulan lalu.
Di tempat saya berdiri sekarang, udara terasa tidak terlalu panas karena ada atap pelindung.
Saya meminum susu kedelai yang tadi saya beli di toko Indomaret.
Saya menghisap rokok dalam-dalam.
Jalanan di depan saya masih macet dan sinar matahari terlihat sangat terik.